Minggu, Juli 26, 2009

RUMUSAN SIDANG REGIONAL DEWAN KETAHANAN PANGAN

RUMUSAN SIDANG REGIONAL DEWAN KETAHANAN PANGAN
KABUPATEN/KOTA WILAYAH JAWA DAN KALIMANTAN TAHUN 2009
TENTANG
OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN DAN AIR UNTUK
KEMANDIRIAN PANGAN NASIONAL
Semarang, 15 – 17 Juli 2009

Sidang Regional Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/ Kota Wilayah Jawa & Kalimantan yang dilaksanakan pada tanggal 15-17 Juli 2009 di Semarang yang dihadiri oleh Bupati/Walikota selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/kota se Jawa dan Kalimantan, peserta sidang menyetujui untuk meneguhkan dan melanjutkan serta secara aktif melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Kesepakatan Bersama Bupati/Walikota selaku Ketua DKP kabupaten/kota tahun 2008. Pada kesempatan tersebut Bupati Purbalingga, Drs. Triyono Budi Sasongko, MSi menyampaikan paparan tentang Optimalisasi Pemanfaatan Lahan dan Air untuk Kemandirian Pangan. Sedangkan rencana aksi untuk optimalisasi pemanfaatan lahan dan air untuk kemandirian pangan nasional adalah sebagai berikut :
1. Memantapkan Ketersediaan Pangan Berbasis Kemandirian yang Berkelanjutan
a. Peningkatan Kapasitas produksi, melalui :
• Menetapkan komoditas unggulan wilayah sesuai dengan potensi agroekologi dan peluang pasar,
• Memanfaatkan lahan marginal dan lahan terlantar untuk produksi pangan yang bernilai ekonomi tinggi,
• Modernisasi pertanian melalui pemanfaatan mekanisasi dan alat pertanian baik pada tingkat pra panen dan pasca panen
• Memperlancar akses petani terhadap sarana produksi khususnya benih/bibit, pupuk dan obat-obatan, serta pengembangan pupuk dan obat-obatan organik.
• Penggunaan teknologi tepat guna melalui penggunaan bibit unggul, sarana produksi dan pengembangan support system perkreditan, pemasaran, serta peningkatan adopsi teknologi dengan perbaikan sistem penyuluhan dan Sekolah Lapang Petani
• Pemberdayaan petani melalui pendekatan partisipatif, dan terintegrasi secara multi disiplin dan lintas sektoral, disertai dengan pengembangan SDM dan kelembagaannya (kelompoktani, gapoktan, koperasi/badan usaha)
• Pengembangan infrastruktur pertanian dan perdesaan (jalan desa, pasar, irigasi, fasilitas air bersih, listrik dan komunikasi)
• Perluasan areal tanam melalui ekstensifikasi dan peningkatan IP disertai peningkatan produktivitas melalui penerapan pengembangan teknologi PTT (pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu)
b. Pelestarian sumberdaya lahan dan air, melalui :
• mengendalikan alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian dengan mentaati Perda RTRW agar terwujud ketersediaan lahan pertanian pangan berkelanjutan
• Mengembangkan pengelolaan pemanfaatan air melalui pembuatan penampungan dan penyimpanan air (embung, waduk, cekdam), dan efisiensi pemanfaatannya.
• Melaksanakan konservasi dan rehabilitasi sumberdaya lahan dan air pada daerah aliran sungai (DAS)
• Mengembangkan sistem pertanian ramah lingkungan berbasis ekologi, seperti pertanian terpadu, agroforestry dan pertanian organik
c. Penguatan cadangan pangan daerah, melalui:
• Mengembangkan kelembagaan cadangan pangan pemerintah daerah yang berfungsi untuk: stabilisasi harga tingkat petani, cadangan untuk keperluan darurat minimal 3 (tiga) bulan dan Buffer stock, serta fungsi sosial dan ekonomi lainnya yang bermitra dengan PNS, TNI/POLRI, BULOG dan instansi lainnya.
• mengembangkan cadangan pangan hidup (pekarangan, lahan desa, lahan terlantar, tanaman bawah tegakan perkebunan),

• menguatkan kelembagaan lumbung pangan masyarakat dan lembaga cadangan pangan komunitas lainnya,
d. Peningkatan kelancaran distribusi dan Stabilisasi Harga, melalui:
• Mengembangkan dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pasca panen, distribusi, jaringan pemasaran serta membuka daerah yang terisolir
• mengembangkan jejaring informasi harga dan pasar yang dapat diakses sampai ke tingkat petani.
• mengembangkan sistem tunda jual dengan menyediakan dana talangan dan sistem resi gudang.
e. Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan, melalui :
• Mensosialisasikan Perpres No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal secara berjenjang sampai tingkat perdesaan dan masyarakat.
• menyediakan paket-paket teknologi agroindustri pangan non terigu dan tehnik kuliner pada skala perdesaan, disertai pelatihan dalam rangka meningkatkan keterampilan masyarakat untuk penerapannya.
• meningkatkan peran kelembagaan lokal (PKK, Kadarzi, wanita tani, posyandu, dll) dalam penyuluhan penganekaragaman pangan dan gizi
• meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya diversifikasi pangan dengan melakukan kampanye/promosi pangan beragam dan bergizi seimbang,
• meningkatkan pengetahuan pada anak sejak dini melalui muatan materi penganekaragaman pangan pada pendidikan formal,
• mengembangkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS) yang tepat berbasis sumber daya lokal,
• menyusun dan mengimplementasikan Road Map pengembangan penganekaragaman pangan berbasis sumberdaya lokal.
• Meningkatkan pengawasan tentang keamanan pangan baik makanan segar maupun olahan dengan meningkatkan peran Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) dan Badan POM di daerah.
2. Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan:
a. Menurunkan kemiskinan dan kelaparan, melalui :
• meningkatkan koordinasi penanganan kelaparan dan kemiskinan,
• memantapkan sistem informasi daerah rawan pangan sampai tingkat desa dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG),
• memprioritaskan pembangunan infrastruktur (jalan, listrik, air bersih) pada daerah miskin/rawan pangan dengan sistem padat karya,
• meningkatkan layanan kesehatan dan pendidikan pada masyarakat miskin,
• mengembangkan usaha ekonomi pada masyarakat miskin,
• melakukan Intervensi Gizi dan Kesehatan bagi anak BALITA gizi buruk dan gizi kurang,
• mengendalikan jumlah penduduk,
• mengembangkan Desa Mandiri Pangan
b. meningkatkan peran swasta dan BUMN/BUMD melalui pengembangan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah rawan pangan melalui pemberdayaan petani, penguatan modal, pengembangan sarana irigasi, penggunaan bibit unggul, dan menjamin pemasaran

3. Mengusulkan kepada pemerintah melalui Dewan Ketahanan Pangan untuk :
a. Membatalkan rencana pemberlakuan pajak penggunaan alat mesin dan sarana produksi pertanian
b. Merevitalisasi program KB Nasional
c. Mempercepat pelaksanaan Reforma Agraria dan mempercepat terbitnya Undang Undang tentang Pengelolaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
d. Mempercepat proses pembentukan Bank Pertanian
e. Melakukan identifikasi dan rehabilitasi jaringan irigasi dan waduk, dan perlindungan terhadap sumber mata air, serta embung pada daerah rawan air.
f. Menindaklanjuti dan memantau pelaksanaan Permendag tentang substitusi impor terigu dengan tepung lokal.
g. Mengembangkan penelitian spesifik lokasi untuk mendukung pengembangan pangan daerah baik aspek teknologi usahatani maupun agroindustri pangan
h. Menindaklanjuti dan Memantau Permendagri No. 30 Tahun 2008 tentang Cadangan Pangan Pemerintah Desa
i. Memanfaatkan lahan perkebunan dan kehutanan untuk pengembangan pangan melalui sistem tumpang sari

Pimpinan Sidang :

1. Ir. H. Setiman, H. Sudin (Bupati Sanggau)
2. Ir. H. Budiarto, MT (Wakil Bupati Temanggung)
3. Agustinus Sukiman, SH (Wakil Bupati Landak)

Penyerahan Bantuan Kegiatan Ketahanan Pangan



“Ketahanan pangan tidak hanya pada desa mandiri pangan, namun juga harus mencapai pada tingkat rumah tangga”, demikian disampaikan oleh Wakil Bupati Purbalingga, Drs. Heru Sudjatmoko, Msi dalam acara Penyerahan Bantuan Kegiatan Ketahanan Pangan di Desa Karangcegak, Kec. Kutasari, Sabtu 25 Juli 2009. Selanjutnya disampaikan bahwa ketahanan pangan rumah tangga dapat dibangun melalui pemanfaatan pekarangan yang ada disekitar rumah dengan tanaman pangan, ternak kecil, ikan dan unggas. Dengan semakin sempitnya kepemilikan lahan, perlu dioptimalkan pemanfaatan pelarangan yang disamping sebagai pendapatan keluarga, juga untuk mencukupi kebutuhan gizi anggota keluarga. Ketahanan pangan rumah tangga akan mendukung ketahanan pangan wilayah, mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten sampai tingkat nasional. Pada acara tersebut secara simbolis Wakil Bupati Purbalingga menyerahkan bantuan dari Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, yaitu :
a. Kegiatan Desa Mandiri Pangan kepada Kelompok afinitas Desa Karangcegak dan Nangkasawit, senilai Rp. 114.500.000,-
- Pembuatan Gapura Desa
- Pembuatan kandang kambing komunal
- Pembuatan kolam ikan
- Bantuan bibit ikan
- Bantuan bibit kelinci
- Bantuan alat pembuatan kompos
- Bantuan intensifikasi pekarangan model vertikultur
b. Kegiatan Diversifikasi Pangan kepada masyarakat yang mengkonsumsi pangan pokok non beras (jagung), yaitu ke Kelompok Karya Raharja Lestari Dusun Gunungmalang, Desa Serang, Kec. Karangreja berupa 2 unit alat & mesin penepung jagung, senilai Rp. 11.000.000,-.
c. Kegiatan budidaya sayuran organik pada Kelompok Tani Desa Serang, kec. Karangreja berupa paranet untuk green house, senilai Rp. 4.900.000,-
d. Kegiatan pengolahan pangan pada kelompok wanita Mekar Jaya Desa Kedungjati, Kec. Bukateja berupa 1 unit alat & mesin penepung jagung, sealer, kompor gas, peralatan memasak dll senilai Rp. 8.000.000,-
Hadir pada acara tersebut Kepala Kantor Ketahanan Pangan Kab. Purbalingga, Camat Kutasari, Kepala Desa se-Kecamatan Kutasari, Ketua Gapoktan se-Kecamatan Kutasari, para ketua kelompok penerima bantuan. Sebelumnya Aceng Sukarya, sebagai koordiantor Kelompok afinitas Desa Mandiri Pangan menyampaikan bahwa pelaksanaan kegiatan Desa Mandiri Pangan di Desa Karangcegak, Kec. Kutasari dan Nangkasawit, Kec. Kejobong yang pada tahun ini berada ada tahap kemandirian mampu memberikan manfaat bagi masyarakat, terutama bagi warga miskin anggota kelompok afinitas. Sementara itu, Kepala Kantor Ketahanan Pangan Kab. Purbalingga Ir. Zainal Abidin, MM menekankan bahwa ketahanan pangan dapat terwujud apabila ketersediaan pangan harus didukung oleh peningkatan pendapatan petani, sehingga petani bergairah memproduksi pangan dan memperoleh keuntungan yang memadai. Harga pangan terutama beras yang relative rendah, pada sisi lain juga mengurangi pendapatan petani sebagai produsen bahan pangan. Ir. Zainal Abidin, MM juga melaporkan pelaksanaan kegiatan desa mandiri pangan di Kabupaten Purbalingga yang dilaksanakan di Desa Karangcegak, Kec. Kutasari, Desa Nangkasawit, Kec. Kejobong, Desa Tetel, Kec. Pengadegan dan Desa Metenggeng, Kec. Bojongsari. Diharapkan nantinya semua desa di Kabupaten Purbalingga menjadi desa yang mempunyai kemandirian pangan.

Rabu, Juli 15, 2009

Tepung Modified Cassava Flour (Mocal)

TEPUNG MOCAL

1. Diskripsi Produk
Kata MOCAL adalah singkatan dari Modified Cassava Flour yang berarti tepung singkong yang dimodifikasi. Secara definitif, MOCAL adalah produk tepung dari singkong (Manihot esculenta Crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana mikrobia BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi selama fermentasi tepung singkong ini.

Mikroba yang tumbuh menghasilkan enzim pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong, sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Mikroba tersebut juga menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya mengubahnya menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat. Hal ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Demikian pula, cita rasa MOCAL menjadi netral dengan menutupi cita rasa singkong sampai 70%.

2. Karakterisktik MOCAL
MOCAL dapat digolongkan sebagai produk edible cassava flour berdasarkan Codex Standard, Codex Stan 176-1989 (Rev. 1 - 1995). Walaupun dari komposisi kimianya tidak jauh berbeda (Tabel 1), MOCAL mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yang spesifik jika dibandingkan dengan tepung singkong pada umumnya. Kandungan protein MOCAL lebih rendah dibandingkan tepung singkong, dimana senyawa ini dapat menyebabkan warna coklat ketika pengeringan atau pemanasan. Dampaknya adalah warna MOCAL yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung singkong biasa (seperti pada Tabel 2).

Tabel 1. Perbedaan Komposisi Kimia MOCAL dengan Tepung Singkong

Parameter ------------------MOCAL --------Tepung Singkong
Kadar Air (%) ---------------Max. 13 --------Max. 13
Kadar protein (%) -----------Max. 1,0 -------Max. 1,2
Kadar abu (%) ---------------Max. 0,2 -------Max. 0.2
Kadar pati (%) --------------85 - 87 ----------82 - 85
Kadar serat (%) -------------1,9 - 3,4 --------1,0 – 4,2
Kadar lemak (%) ------------0,4 - 0,8 --------0,4 - 0,8
Kadar HCN (mg/kg) -------tidak terdeteksi --tidak terdeteksi

Tabel 2. Perbedaan Sifat Fisik MOCAL dengan Tepung Singkong

Parameter -------------------MOCAL ---------------------Tepung Singkong

Besar Butiran (Mesh) --------Max. 80 ---------------------Max. 80

Derajat Keputihan (%) -------88 – 91 ----------------------85-87

Kekentalan (mPa.s) ----------52 – 55 (2% pasta panas),----20 – 40 (2% pasta panas),

75 – 77 (2% pasta dingin) ----30 – 50 (2% pasta dingin)

Hasil uji viskositas pasta panas dan dingin terhadap MOCAL menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi maka viskositas pasta panas dan dingin akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena selama fermentasi mikrobia akan mendegradasi dinding sel yang menyebabkan pati dalam sel akan keluar, sehingga akan mengalami gelatinisasi dengan pemanasan.

Selanjutnya dibandingkan dengan pati tapioka, viskositas dari MOCAL lebih rendah. Hal ini karena pada tapioka komponen pati mencakup hampir seluruh bahan kering, sedangkan pada MOCAL komponen selain pati masih dalam jumlah yang signifikan. Namun demikian, dengan lama fermentasi 72 jam akan didapatkan produk MOCAL yang mempunyai viskositas mendekati tapioka. Hal ini dapat dipahami bahwa dengan fermentasi yang lama maka akan semakin banyak sel singkong yang pecah, sehingga liberasi granula pati menjadi sangat ekstensif.

Sedangkan perbedaan sifat organoleptik MOCAL dengan tepung singkong tertera pada Table 3. MOCAL menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi aroma dan citarasa singkong yang cenderung tidak menyenangkan konsumen apabila bahan tersebut diolah. Hal ini karena hidrolisis granula pati menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku penghasil asam-asam organik, terutama asam laktat yang akan terimbibisi dalam bahan.
Tabel 3. Perbedaan Sifat Organoleptik MOCAL dengan Tepung Singkong

Parameter ------------MOCAL -------Tepung Singkong
Warna ----------------Putih ----------Putih agak kecoklatan
Aroma ----------------Netral ---------Kesan singkong
Rasa ------------------Netral ---------Kesan singkong

3. Aplikasi MOCAL

Selama ini tepung singkong digunakan secara terbatas untuk food ingredient, seperti substitusi terigu sebesar 5% pada mie instan yang menghasilkan produk dengan mutu rendah, atau pada kue kering. Namun tepung ini sangat luas penggunaannya untuk bahan baku industri non pangan, seperti lem. Dengan karakteristik yang telah diuraikan di atas, MOCAL dapat digunakan sebagai food ingredient dengan penggunaan yang sangat luas.

Hasil uji coba penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa MOCAL dapat digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis makanan, mulai dari mie, bakery, cookies hingga makanan semi basah. Kue brownish, kue kukus dan sponge cake dapat dibuat dengan berbahan baku MOCAL sebagai campuran tepungnya hingga 80%.

MOCAL juga dapat menjadi bahan baku beragam kue kering, seperti cookies, nastar, dan kastengel. Untuk kue basah, MOCAL dapat diaplikasikan pada produk yang umumnya berbahan baku tepung beras, atau tepung terigu dengan ditambah tapioka.
Namun demikian, produk ini tidak-lah sama persis karakteristiknya dengan tepung terigu, beras atau yang lainnya. Sehingga dalam aplikasinya diperlukan sedikit perubahan dalam formula, atau prosesnya sehingga akan dihasilkan produk yang bermutu optimal. Untuk produk berbasis adonan, MOCAL akan menghasilkan mutu prima jika menggunakan proses sponge dough method, yaitu penggunaan biang adonan. Disamping itu, adonan dari MOCAL akan lebih baik jika dilakukan dengan air hangat (40-60oC).
dari kebun singkong

Pelatihan Tepung Mocal




Kabupaten Purbalingga merupakan kabupaten yang surplus produksi ubi kayu. Pada tahun 2008 produksinya mencapai 242.777 ton, dengan luas panen 8.697 ha. Namun selama ini ubi kayu belum dimanfaatkan secara optimal oleh para petani. Pada umumnya dijual dalam bentuk mentah ke pabrik tapioka, sebagian kecil dimanfaatkan untuk pangan olahan/ jajanan. Pemanfaatan tepung berbasis ubi kayu sebenarnya dapat dipergunakan sebagai pengganti terigu. Sementara pada sisi lain, konsumsi terigu untuk bahan dasar utama pembuatan roti/ kue dan mie semakin meningkat. Pemanfaatan tepung mocal (modified cassava flour) mampu mensubstitusi tepung terigu sampai dengan 80%, tergantung pada jenis pangan olahannya. Untuk itulah LPM Unsoed bekerjasama dengan Pemkab Purbalingga pada hari minggu, 12 Juli 2009 bertempat di Desa Majasari, Kec. Bukateja, Kab. Purbalingga mengadakan pelatihan teknologi pembuatan mocal dan aplikasi dalam pembuatan kue. Tim LPM Unsoed terdiri dari Ir. Budi Sustriawan MSi, Ir. Sujiman MP dan Isti Handayani STP MP serta dari Kantor Ketahanan Pangan Kab. Purbalingga Budi Baskoro, STP MSi. Sedangkan peserta berjumlah 30 orang yang merupakan anggota Kelompok Posdaya Sidamukti Desa Majasari. Tepung mocal merupakan modifikasi dari tepung kassava melalui proses fermentasi mikroba. Teknologi pembuatan mocal yang dilatihkan menggunakan starter mikroba yang dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengembangkan pembuatan mocal ini. Dengan demikian selain untuk memanfaatkan potensi lokal yang ada, juga dapat meningkatkan kegiatan ekonomi produktif di perdesaan

Sabtu, Juli 11, 2009

"Mi Nyong" Mie Ganyong Khas Purbalingga


Di tengah giatnya pemerintah mengajak dan memasyarakatkan kembali ke panganan lokal sebagai alternatif pengganti makanan pokok, sekaligus dalam upaya memperkuat ketahanan pangan masyarakat, anggota masyarakat yang tergabung dalam kegiatan Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) – sebuah gagasan brilian yang digulirkan Prof Dr Haryono Suyono, yang nota bene sering disebut sebagai Bapak KB (Keluarga Berencana) karena keberhasilannya meng-KB-kan masyarakat Indonesia saat memimpin BKKBN beberapa waktu lalu, Posdaya Majasari berhasil mengolah tanaman ganyong menjadi mie.
Mie Nyong asal kata mie dari ganyong, demikian nama produk olahan pangan altrenatif yang berhasil dimodifikasi sedemikian rupa sehingga mampu menjadi salah satu produk unggulan sekaligus kebanggaan, bukan saja bagi Posdaya Majasari, tetapi Kabupaten Purbalingga.
“Pembuatan Mie Nyong ini sangat mudah, apalagi bahan bakunya banyak terdapat di daerah kami. Dengan kebersamaan melalui Posdaya itulah kami mencoba membuat satu alternatif olahan pangan dari ganyong ini, maka lahirlah Mie Nyong yang bukan saja nikmat dan gurih rasanya, tapi juga bergizi dan menyehatkan,” ujar Ketua Posdaya Majasari, Bukateja, Purbalingga, Ny Aksan Mashuri yang istri Camat Bukateja juga Ketua Tim Penggerak PKK Kecamatan Bukateja ini bernada promosi.
Tanaman ganyong sebagai baghan baku mie memang tumbuh subur di Purbalingga. Ganyong yang selama ini hanya dikonsumsi sekadar sebagai makanan kudapan, kini ditangan anggota Posdaya Majasari “disulap” menjadi produk pangan unggulan bernilai ekonomis.
Pembuatan mie ganyong ini, lanjut Ny Aksan, mula-mula ganyong diparut, kemudian diperas diambil patinya dan dikeringkan menjadi tepung. Selanjutnya direbus seperti membuat bubur kemudian dijemur di atas daun pisang dan seterusnya daun disobek-sobek sesuai dengan selera kita, mau kecil atau ukuran besar. Setelah itu dijemur kembali selama satu hari hingga kering, dan dipisahkan atau dibersihkan dari daun, maka jadilah mie nyong.
Mie Nyong yang dibuat melalui proses alami dan tanpa bahan pengwet ini yang dalam pnyajiannya sama seperti memasak mie-mie instan, ungkap Ketua Posdaya Majasari yang ramah ini, setelah melalui proses kemasan menarik kini mulai marak dijumpai di berbagai warung di Purbalingga.
“Kami ingin pula Mie Nyong ini bisa menembus supermarket-supemarket, kalau di pasar-pasar tradisional sudah banyak. Itulah upaya yang tengah kami lakukan, dan kami juga meminta pemda membantu memasilitasinya,” kata Ny Aksan.
Sebagai salah satu upaya mengenalkan produknya, isrti Camat Bukateja bersama imnya serta dukungan fasilitasi dari Pemda Kabupaten Purbalingga terus bergiat mengikuti berbagai event pameran produk, seperti yang dilakukannya di Twin Plaza Hotel Jakarta, di sela kegiatan Sminar dan Lokakarya Gerakan Seribu Posdaya Solusi Pengentasan Kemiskinan Kabupaten Purbalingga. Bahkan, Mie Nyong juga sudah mengikuti pameran produksi pangan di Jakarta yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Mie Nyong dengan harga per kemasan atau bungkus sebesar Rp 3.000 rasanya tidak kalah dengan produk makanan mie-mie instan yang banyak dikonsumsi masyarakat. Bahkan, menurut Ny Aksan, Mie Nyong memiliki keunggulan khas rasa sekaligus mempunyai kebanggan sebagai produk asli dalam negeri dengan menggunakan bahan baku yang ada di kebun-kebun bergizi yang ada di lingkungan tempat tinggal.
“Keunggulan mie nyong bukan saja rasanya tetapi juga kebanggan produk dalam negeri. Maka dengan menkonsumsi Mie Nyong bukan saja menambah gizi keluarga teapi juga mewujudkan rasa cinta terhadap produk dalam negeri secara nyata, sekaligus membantu perekonomian rakyat, utamanya masyarakat pedesan,” katanya bersemangat.
Tak salah bila Mie Nyong yang lahir dari tangan-tangan trampil dan kreator dari pedesaan, khususnya anggata Posdaya Majasari yang merupakan binaan dari Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ini patut menjadi bintang produk pangan masa depan.
Menurut Istriati dari Bidang Perkonomian Purbalingga, produk mie ganyong ini kini selain terus dikembangkan di Kecamatan Bukateja melalui falisitasi pemda juga dilakukan hal yang sama di Kecamatan Pengadegan. Langkah ini sebagai upaya penggiatan pemanfaatan kebun bergizi bagi penyediaan pangan alternatif.
Paling tidak ajakan penggalakan pangan lokal sebagai alternatif pengganti makanan pokok sudah mampu dijawab Posdaya Majasari melalui produk unggulan Mie Nyong. “Mie Nyong” datang, perut kenyang, badan tambah sehat, dan pundi-pundi kesejahteraan masyarakat pedesaan pun meningkat. Maka sangat tepat, bila produk yang lahir dari masyarakat pedsesaan seperti ini mendapat sambutan positif masyarakat, bukan saja Pemerintah daerah tetapi juga Pemerintah Pusat.(Sumber : Gemari "Majalah Keluarga Mandiri")


Jumat, Juli 10, 2009

foto kegiatan Kantor Ketahanan Pangan Kab. Purbalingga






KANTOR KETAHANAN PANGAN KAB. PURBALINGGA: Program Aksi Desa Mandiri Pangan di Kabupaten Purbalingga

KANTOR KETAHANAN PANGAN KAB. PURBALINGGA: Program Aksi Desa Mandiri Pangan di Kabupaten Purbalingga

Program Aksi Desa Mandiri Pangan di Kabupaten Purbalingga


Desa Mandiri Pangan adalah desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan. Pelaksanaan kegiatan pengembangan desa mandiri pangan merupakan kegiatan yang berbasis pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu upaya untuk mengurangi kemiskinan, kerawanan pangan, dan gizi. Sebagai sasaran lokasi kegiatan ditetapkan daerah rawan pangan dengan pendekatan indikator peta kerawanan pangan/ Food Insecurity Atlas (FIA) untuk menentukan kabupaten rawan pangan dan indikator SKPG untuk memetakan lokasi rawan pangan di tingkat kecamatan dan desa. Kondisi rawan pangan dan gizi disebabkan oleh berbagai permasalahan kondisi SDM, SDA, dan kondisi sarana prasarana pendukung yang kurang memadai. Untuk itu program aksi desa mandiri pangan merupakan kegiatan yang melibatkan koordinasi lintas sektor untuk mewujudkan kemandirian pangan di tingkat wilayah. Jangka waktu untuk mewujudkan kemandirian pangan terbagi dalam empat tahapan dengan rentang waktu capaian sesuai kondisi masing-masing wilayah. Pelaksanaan kegiatan selama 4 tahun, dengan tahapan meliputi tahap persiapan, penumbuhan, pengembangan dan kemandirian.

Pelaksanaan kegiatan desa mandiri pangan di Kabupaten Purbalingga dimulai sejak tahun 2006 yang dilaksanakan pada 2 (dua) desa, yaitu Desa Karangcegak, Kecamatan Kutasari dan Desa Nangkasawit, Kecamatan Kejobong dengan sumber dana dari APBD Provinsi Jawa Tengah yang pada tahun 2009 ini berada dalam tahap kemandirian. Desa tersebut dipilih berdasarkan seleksi tingkat kerawanan pangan yang tinggi dengan indikator tingkat kemiskinan masyarakat lebih dari 30%, namun mempunyai sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang potensial untuk dikembangkan serta respon aparat desa yang baik untuk pengembangan ketahanan pangan. Kegiatan pada desa mandiri pangan difokuskan pada pengembangan ketersediaan pangan, distribusi pangan serta penganekaragaman pangan. Untuk mengkawal pelaksanaan kegiatan ditempatkan tenaga pendamping pada desa lokasi mandiri pangan. Pemberdayaan masyarakat miskin pada kedua desa tersebut dilakukan dengan membentuk kelompok afinitas sesuai dengan bidang usaha anggotanya. Bantuan yang telah diterima dalam rangka pemberdayaan kelompok afinitas adalah ternak kambing, alat pengolahan pangan, budidaya sayur organik, pengolahan pupuk organik dan lainnya. Bantuan tersebut merupakan stimulan bagi kelompok untuk melaksanakan kegiatan usaha dalam rangkan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota kelompoknya. Keragaan kelompok afinitas pada kedua desa mandiri pangan di Kabupaten Purbalingga adalah sebagai berikut :

Sedangkan pada tahun 2009 ini, Kabupaten Purbalingga juga mendaatkan alokasi 2 (dua) desa mandiri pangan baru melalui APBN TP, yaitu Desa Tetel, Kec. Pengadegan dan Desa Metenggeng, Kec. Bojongsari. Pemberdayaan kelompok afinistas ini dilakukan dengan mengubah pola pikir (mind set) dan kemajuan tingkat kehidupan (livelihood). Pada dasarnya program desa mandiri pangan bertujuan meningkatkan status ketahanan pangan secara holistik dan komprehensif yang tidak hanya meliputi peningkatan di bidang kesejahteraan (fisik), tetapi juga meliputi kemajuan kapasitas manusia yang ditunjukkan melalui perkembangan pola pikir positif. Kegiatan usaha yang telah dilakukan untuk pemberdayaan kelompok antara lain adalah budidaya ternak kambing, budidaya ikan, budidaya sayuran organik, pengolahan pangan berbasis umbi-umbian, pengolahan gula jahe, pembuatan pupuk organik.

Proses kemandirian masyarakat desa ini dilaksanakan pada tahun keempat sampai terwujudnya desa tahan pangan dan gizi. Tahapan ini dapat dievaluasi dengan indikator telah bekerjanya masing-masing fungsi kelembagaan perdesaan yang melaksanakan standar organisasi, tertib administrasi, dan pengelolaan modal untuk pengembangan usaha adalah sebagai landasan untuk mencapai kemandirian. Proses pemandirian masyarakat desa ditandai dengan :

- Peningkatan peran masyarakat dalam ketersediaan dan distribusi pangan

- Berkembangnya kelompok afinitas menjadi kelompok mandiri.

- Mantapnya organisasi/kelembagaan yang ada

- Pembentukan jaringan usaha/kemitraan

- Berkurangnya peran pendampingan, yang digantikan oleh Tim Pangan Desa untuk berperan sebagai penggerak pembangunan ketahanan pangan di desa.

Strategi untuk mempercepat kemandirian masyarakat perlu dilakukan dengan memperkuat kelembagaan dan permodalan kelompok untuk meningkatkan volume usaha dan diversifikasi usaha kelompok. Peningkatan usaha kelompok ini akan meningkatkan pendapatan anggotanya yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemandirian pangan rumah tangga.